Tuesday, February 13, 2024

Rapuh

Semakin jauh melarung hati
Hanya untuk meraih Ikhlas tanpa tepi
Coba tahan, hadapi dan maknai
Apa harus sesakit ini makna dihargai

Semakin tinggi mengepak sayap peduli
Diterpa hujan badai tanpa henti
Coba mengatup hati mencari hakiki
Apa harus serapuh ini meraih panutan diri

Dan terus berlari...
Melarung hati...
Menerjang badai hingga mati..

Akhir dari semua ini
Hanya pada Illahi Robbi

Dan detik inipun berhenti
Larungkan hati dan segala pengharapan hanya untuk meraih Kasih Sayang Allahu Laiillaha illallah 

Terlalu menyakitkan berharap pada kefanaan manusia.

Sekuat dan seikhlas apapun cinta yang kita punya dan anugerahkan...

Sunday, February 07, 2021

Kebenaran Sang Maha


Kitab Musa telah terlupa..
Lembaran Ibrahim terkubur Masa..
Perjanjian lama terkoreksi ego manusia

Namun kebenaran Illahi Robbi Akan selalu terjaga Ada..

Dan kita Hanya akan memperoleh apa yang di usahakan..

Lalu usaha itu Akan di perlihatkanNya

Dan Akan Ada balasan yang sempurna...

Dan sesungguhnya Dialah yang menjadikan orang tertawa Dan menangis...

Dan kepada TuhanMu segala sesuatu berpulang...

Bogor, 7 February 2021

Ria Jumriati

Wednesday, May 30, 2018

Bahagia di Surga....#ToMySisterInHeaven






Sesal selalu menjadi hal paling menyakitkan, ketika keinginan untuk berubah telah menjauh di atas langit. Rangkaian perandaian dan angan seperti benang kusut yang menjerat ketika kata telat sudah tersekat di tenggorokan lalu tersambut maut. Doa..hanya itu yang menjadi penenang untuk membayar semua yang terlewat selama ini. 
Kematian memang bukan perpisahan yang hakiki. Hanya proses menuju fase kehidupan selanjutnya yang segala bentuknya hanya termaktub di kitab suci dan di gaungkan oleh orang berhati bersih untuk di pahami dengan iman yang tinggi. Bahwa fase kehidupan selanjutnya, adalah terlepasnya semua dosa dan beban dunia. Semoga, karena jasad dan roh terpisah saat awal Ramadhan tengah bercahaya. Pertanda ada pintu surga untukmu semata....
Keyakinan tinggi lalu terbentuk dari Doa tulus terpanjat setiap waktu. Bahwa segala cita duniamu kelak terurai nyata bagai untaian mutiara indah di haribaan yang Maha Kuasa, Menemani perjalanan riangmu, menenangkan kegalauan hatimu, dan memberi kepastian dari segala janji semu dunia yang tertinggal tanpa makna. Ku gaung doa, agar ada senyum Ibu yang menyambut  hingga telapak kakimu serupa bentuknya, menapak  di lembah yang sama. Dan bila saat nya tiba, aku pun ingin di sambut serupa....


Tertawalah riang, sambut kebahagiaan baru di fase kehidupan abadimu, dimana semua keinginanmu terbayar lunas tanpa ada lagi pamrih duniawi. Lelah mu menerjang kehidupan, teristirahatkan di waktu terbaik milik Illahi Robbi. 


Tak perlu lagi menoleh ke belakang, cukup kenang aku lewat doa - doa yang terkirim tulus untukmu..... 








Wednesday, February 21, 2018

Lelaki Bermata Berlian #Cerpen




Mimpi tentang lelaki itu......


Sudah hampir satu bulan ini, alam bawah sadarku di kuasai raut sempurnanya. Mata....hmmm, dadaku selalu mendadak sesak saat memikirkannya. Terbuat dari apakah mata itu ? Kilaunya seperti tumpukan berlian, kerlingnya tajam menghujam dasar hati.  Ia jarang tersenyum. Tapi memiliki tatapan yang hangat, liar, menjerat dan mengikat hingga ke lubuk mimpi. Parah...!.


          Jam dinding di ruang kost ku berdetak pelan seirama denyut jantungku. Mata itu kembali menyeruak tak sopan merobek imajinasiku.  Kantukku mendadak hilang, meski waktu sudah berjalan separuh malam.  Ku buka laptopku sambil memperhatikan status teman temanku di facebook. Aku sendiri kurang suka dengan flatform yang begitu fenomena ini. Aku lebih suka menyimpan kisah hidupku untuk diriku sendiri, alhasil facebook ku hanya berisi status copas kata kata bijak, sekedar menuruti permintaan sahabatku untuk punya facebook. Sempat tak habis pikir, begitu banyak orang yang semakin nyaman berbagi rasa di ruang ini. Ada yang pamer mobil, pamer berlian, umbar prestasi anak sampai memarahi dan menasehatinya pun via Facebook. Malah ada yang saling memaki hingga mencapai +100 comment. Aku tersenyum sendiri, dan... Hmm....Mata lelaki itu kembali melapisi retinaku.  Aku mendesah galau, gundah..rasa sesak itu semakin menghimpit relung batinku. Aku bangkit dari tempatku menuju balkon sempit di depan kamarku. Angin langsung menyerbu wajah pasiku. Sudah seminggu ini aku kurang tidur. Tak enak makan, pikiranku terus terpaku pada mata lelaki itu.....Hah !!!!


          Jantungku seperti baru saja loncat keluar. Aku merasa ada sosok akrab yang tiba tiba berkelebat di hadapanku. Dan...Mata itu !  Spontan aku melongok ke bawah, mencari cari tubuh tinggi tegap sempurna miliknya. Mungkinkah ia ada    disini ? Untukku ? Karena kangen? Aku termangu bodoh. Mana mungkin ?! Kenal saja belum, apa pula alasannya ia nekat datang kesini di tengah malam gerimis. Aku menghela nafas dalam, lalu melangkah kedalam. Sebelum menutup pintu, terasa angin hangat menerpa tengkukku. Aku menoleh, tak ada siapa siapa, tapi terasa ada keseluruhan jiwanya di sekitarku. Aku segera meringkuk masuk kedalam selimut. Mematikan lampu dan berusaha terpejam dalam sergapan bayangan dan mimpi tentang lelaki itu.....Akh....tolong!
        
          ”Heh...ngelamun terus ?” Sapa Adele mengejutkan. Aku menoleh tersenyum menutupi kegugupanku. ”Astaga, Helena ! Matamu seperti panda, ngapain begadang terus. Belajar ya belajar tapi jangan over dosis gitu. Lagian kamu udah kelewat pintar kok !”
          ”Aku...nggak begadang” Elakku tersipu
          ”Lalu ngapain, internetan bukan hobbymu apalagi nonton DVD. Lalu apa ?”
          ”Akh..sudahlah !” Ujarku mengelak meninggalkan Adele menuju kantin. Tapi ia segera menarik lenganku. ”Eh, tunggu dulu...ada breaking news !”
          ”Apa sih, di kantin aja lah ceritanya...aku belum sarapan”
          ”Sst...rahasia, ini  tentangmu Len”
          ”Tentangku ?” Aku kembali duduk lalu serius memperhatikan mata bulat Adele yang tersenyum lucu.  Ia mengangguk keras dan tertawa lebar.
          ”Kemarin aku ke library, terus......ehmmm” Ia terdiam dengan senyum lucunya.
          ”Terus apa ?” Adele memandangku seksama. ”Aku gak nyangka....aduhhh, dia itu idola hampir semua mahasiswi...dan ternyata....Helena, Ow Mai Gat !”
          ”Del, aku lapar...kalau mau cerita, buruan deh” Ujarku mulai tak sabar. Tiba tiba 

Adele mengeluarkan Smarphone dari tas WB nya yang berwarna ungu menyala. Mencari cari sejenak lalu menunjukkan sebuah foto lelaki tengah melukis wajahku, yang di ambilnya dari arah belakang. Aku ternganga...tak menapak bumi....terbang....dadaku kembali sesak. Spontan ku rebut Smartphone Adele. Ia mengelak dan tergelak. Tapi segera memperlihatkan gambar itu yang di zoom nya sampai empat kali. Mendadak aku kehabisan oksigen. Lelaki bermata berlian itu, melukis wajahku !!
      
    ”Dia kan yang bikin kamu begadang terus ?” Aku masih menganga memperhatikan tengkuk indahnya di foto itu, lalu wajah pucatku yang di lukisnya dengan pensil arsir. Aku terlihat tirus dengan mata sendu....akh, tapi ia melukisku !. Mataku bak magnet yang menempel  pada foto itu.
          ”Len...Len...Helooooo...Are U Still There ?”  
          ”Aku...aku bahkan belum tahu siapa namanya ?”
          ”Astaga...Dasar si Kutu Buku ! Sejagat kampus ini, sudah tahu nama uniknya – Gatta
Rawallangi dan akrab di panggil ”Farez” Gak ngerti juga apa kolerasi antara Gatta Rawallangi dan Farez, tapi siapa peduli nama. Duh, kamu belum liat senyumnya yaaaa ? Astagaa.....maniessssnya bow ! Slurrfff...”
          ”Kenapa dia melukis wajahku ?”  Tanyaku lugu. Adele langsung terbelakak lalu tergelak. ”Ini akibat kamu terlalu genius, jadi bebal untuk urusan cowok. Yaaa..udah pasti dia suka sama kamu Helena... Apa mungkin sih dia melukis wajah kamu cuma buat menakut nakuti tikus di tempat kos mu ?”
          ”Lalu ?” Aku sesak nafas dan kehabisan kalimat.
          ”Hah ? Pake nanya lagi ! Iya samperin dong....agresif dikit kenapa jadi cewek. Hari gini, terlalu pemalu bisa kebagian yang tonggos dan bau Len”. Aku tertunduk menyembunyikan senyumku.
          ”Ayooo...kita ke kantin ! Biasanya jam segini dia juga lagi nongkrong di sana” Ajak 

Adele sambil menarik lenganku. Aku menurut. Sementara dadaku masih sesak memikirkan foto lelaki dengan tengkuk indah yang tengah melukisku ! Ahh....wajahku ! Mulai besok aku tak boleh tampil terlalu polos. Menyesal kenapa tidak dari dulu aku belajar memakai blush on atau eye shadow seperti temanku yang lain. Wajahku hanya di lapisi pelembab, bedak tipis dan lip gloss tanpa warna. Seandainya aku bisa berdandan, pasti aku akan lebih cantik di lukisan itu.
     
     Aku menghela kecewa saat di kantin tak ada sosok sempurna itu. Adele langsung lupa tujuan utamanya begitu bertemu gerombolan sejenisnya. Tertawa, bergosip dan bercerita seru tentang apa saja. Aku mengambil makanan dan minuman lalu bergabung dengan Adele sebagai pendengar setia, yang cuma bisa manggut dan ikut tertawa meski kadang menurutku tidak lucu.
     
     Aku terduduk lelah lahir batin di balkon kamarku. Hari belum terlalu malam. Tak ada lagi tugas yang harus kukerjakan. Satu satu nya  pengalih dari semua pemikiran tentang Farez adalah tumpukan tugas dari para dosen. Tapi semua begitu cepat dan mudah kukerjakan. Dan menganggur adalah siksaan terberat buatku saat ini, karena pasti di sambangi bayangan mata indah itu !
      
    ”Helena.....” Suara lembut Bu Sari pemilik kos menyentak lamunanku. Aku segera turun. ”Ada tamu untukmu....Laki laki. Ingat ya Nak, tidak boleh lebih dari jam 8 malam” Ujarnya mengingatkan aturan yang sudah berkali kali kubaca di dinding dapur, ruang tengah bahkan kamar mandi.  Aku masih menganga ”Laki laki ?” Gumamku bingung. Aku melangkah pelan menuju teras rumah dengan halaman yang luas. Dadaku tak lagi sesak, tapi aku berhenti bernafas. Sepertinya aku perlu segera di infus ! Ohh...Mata itu menatapku tajam, tapi senyumnya begitu hangat menyirami langsung ke lubuk sanubariku.
          ”Malam Helena...”
          ”Maa...malam” Jawabku gugup.
          ”Maaf, aku belum mengenalmu secara langsung. Aku Farez” Ujarnya mengulurkan tangan. Aku menyambutnya gugup. Matanya masih menikam retinaku. Dan...gagal jantung!
          ”Silahkan duduk” Ujarku berusaha ramah dan normal. Tapi tidak, aku merasa sangat gugup, bodoh dalam kebingunganku.
          ”Aku tidak lama Helena, aku mengerti aturan rumah kos khusus perempuan. Aku hanya ingin memberikan ini untukmu. Sudah lama aku menyimpannya dan baru kali ini punya keberanian untuk memberinya langsung padamu”  Kalimatnya begitu lancar, pun ketika menyodorkan lukisan wajahku yang telah di bingkainya dengan rapi.
          ”Oh...”
          ”Jangan marah ya” Pintanya dengan senyum manis. Tuhan....! Alangkah indahnya ciptaanmu ini.
          ”
Ow..tentu tidak ! Ini bagus..Emmm, kamu pintar lukis ya ?”
          ”Tidak juga, biasanya aku melukis ketika tergerak oleh sesuatu yang begitu kuat”
          ”Oya ?” Aku terperangah.  Tergerak oleh sesuatu yang begitu kuat ? Sekuat apa wajahku menurutnya ? Desis hatiku melambung. Aku berusaha sebisa mungkin untuk tak gugup. Saking bahagia, rasanya aku tak perlu lagi menanyakan alasan mengapa ia melukisku.

 ”Terima kasih, kamu baik sekali” Ujarku tersipu. Tiba tiba ia meraih jemariku. Memegangnya dengan lembut, lalu ia mendekat dan menatap mataku dalam. Ada sesuatu yang semakin menarikku kedalam. Sebuah cerita...sebuah misteri. Tak ada kata...tapi begitu sarat makna.
        
  ”Aku pulang dulu...mimpi indah” Ia pun berlalu, aku masih menganga sambil mendekap lukisan itu di dadaku. Aku terus menatapnya sampai ia menghilang bersama mobil mewahnya. Aku kembali mendesah galau....Ada sesuatu yang janggal di mata itu. Bukan lagi keindahan alami mata anak manusia. Tiba tiba, aku merasakan keanehan itu, tapi kian terjerat kekaguman dan hasrat padanya yang semakin kuat.
         

Sejak malam itu, episode hidupku perlahan berubah. Farez, entah dimulai dari tanggal berapa dan bulan apa, tiba tiba sudah menjadi bagian dari hidupku. Begitu dekat....bahkan terlalu dekat dan hampir mengunci semua pemikiran logisku. Dan aku menikmati dan terbuai dalam dunia Farez yang ternyata di penuhi nuansa misteri dan horor. Siang hari, aku dan Farez menjalani aktivitas sebagai pasangan yang normal. Tanpa mengumbar kemesraan seperti yang lain. Tapi di malam hari, Farez selalu hadir, di menit pertama aku merindukannya. Kerap datang dengan busana hitam pekat, dengan seringai lapar yang perlahan tak lagi membuatku bergidik. Ia mencintaiku, meski aku adalah rantai makanan utama yang paling di minatinya. Terutama isi perutku. Tapi malam malam indah yang berlalu bersamanya, telah membuktikan bahwa aku tak mungkin di mangsanya. Ia terlalu mencintaiku. Ia bahkan tak berani menyentuhku tanpa izinku. Ia terlalu tampan dan sopan untuk ukuran mahluk horor !.


Tak perlu lama bersitegang dengan logikaku, saat kusadari pria yang kucintai adalah keturunan Parakang pemakan darah dan isi perut manusia.  Ternyata, ini bukan sekedar legenda yang terlahir dari suku Bugis-Makassar. Mahluk itu kini ada di hidupku, bergelut, bercinta dan menyatu dengan jiwa dan ragaku. Aku tak sekedar terlena oleh daya hipnotisnya yang luar biasa. Farez sosok penuh kharisma, ia rela memakan perut manusia yang sudah menjadi mayat. Meski menurutnya sangat tidak enak, ia tak mau membunuh seperti species sejenisnya yang ternyata banyak berkeliaran disekitar kita. Ketika ada seseorang yang terkena diare, biasanya ada andil besar mahluk Parakang disitu. Sehabis seorang Parakang menyedot isi perut mangsanya, gejalanya tak beda dengan sakit perut dan diare akut.
          
               ”Apa kau pernah memakan isi perut manusia yang masih hidup ?”   Tanyaku hati hati, pada satu kesempatan ketika Farez mengajakku menjelajahi Kerajaan Parakang, yang hanya bisa di tempuh dengan jalur hipnotis.  Ia menggeleng sedih. Jauh di lubuk hatinya, ia tak pernah mau menerima takdir ini, karma yang mau tak mau harus di terimanya dari Sang Ayah. Begitu seterusnya, karma kelam yang harus pula di terima keturunannya kelak......Sampai di sini, aku bahkan tak mau memikirkannya.


Aku tak sebatas mencintainya bahkan menghargainya, ketika ia berani membawaku ke tempat yang tak pernah aku pikir ada, bahkan mungkin mahluk manapun di dunia ini, kecuali yang pernah memiliki pengalaman dengan mahluk Parakang – Sebuah Kerajaan penuh species Parakang.  Tiba tiba aku sudah berada di satu tempat dengan banyak akar akar pepohonan yang tinggi. Mirip hutan basah di pedalaman Kalimantan. Sesekali terdengar lolongan serigala, auman harimau atau desisan ular. Lalu, dengan cepat berganti genderang bertalu talu, dengan sekelompok wanita dewasa yang menari nari dengan luwes. Mata mereka sama menjeratnya, dingin dan tajam. Meski terbalut nuansa horor yang kental, tapi wajah mereka tak ada yang jelek. Semua tampan dan cantik, serta memiliki ciri yang sama...Mata berlian dan alis sempurna !
         

Semakin dalam aku memasuki dunia lelaki yang kucintai dengan hati dan logikaku. Semakin aku tak bisa melepaskan diri. Tak ada yang tahu, bagaimana masa depanku kelak bersama lelaki dengan makanan pokok yang berbeda dengan ku. Yang aku tahu hanya cinta, kebesaran dan kekuatan cinta selalu bisa merubah segalanya menjadi indah. Seperti apapun takdir Farez terlahir, ketika ia di pertemukan denganku. Ada tangan takdir yang bermain di sini. Ada misi dan peranku yang harus aku jalani suatu saat nanti. Dan kini, aku hanya ingin menikmati ketulusan cinta yang di berikan Farez....lelaki bermata berlian !

TAMAT

Ria Jumriati          
                  
Daftar Pustaka :
1.  http://sejarahbone.blogspot.com/2012/07/gravatar-mengenal-parakang-mahluk-jadi.html


Thursday, December 14, 2017

Emak - Kompetisi Blog #KarenaIbu

EMAK 

Semasa remaja, terus terang Aku tidak pernah merasa bangga memiliki Ibu seperti yang setiap hari Ku panggil “Emak”. Tubuh gembur, selalu lelah, terkadang sering marah tanpa sebab dan sering ikut campur urusanku sebagai remaja yang sedang bersemangat mencari jati diri. Dari semua yang di tampilkan Emak, satu kesimpulan ku. Ia adalah Ibu rumah tangga yang tidak bahagia. Pernah Aku begitu membencinya, karena melarangku ikutan hiking bersama teman sekelasku. Alasannya konyol sekali, takut Aku di gigit ular. Dari sekian banyak siswa yang ikut, apakah tiba tiba hanya aku yang di pilih Si  Ular sebagai mangsa utama ? Marah dan kecewa, Akupun nekat kabur dan tetap ikut hiking tanpa menghiraukan jeritan pilu Emak.

Sesama teman se-gank, hanya Aku yang tak pernah membanggakan keberadaan Emak. Sita selalu aktif memposting foto-foto Mommy nya di social media, yang langganan menjadi pembicara di berbagai kelas motivasi. Diana, rutin dan begitu antusias membedah novel – novel best seller tulisan Bundanya. Sedang aku ? hanya punya Emak yang cuma bisa memasak, mencuci, setrika dan selalu terlihat lelah. Apa yang bisa di banggakan ? Bukankah itu mirip mirip pembantu rumah tangga ?  Kelebihannya cuma karena dia adalah Ibu yang melahirkanku. Bertahun tahun aku di siksa dengan perbedaan itu. Bertahun tahun aku mengutuki nasib, kenapa punya Emak yang tak punya prestasi membanggakan seperti Mommy Sita dan Bunda Diana. Aroma kedua wanita itu pun semerbak wangi parfume bermerek, sementara Emak ? terkadang bau bawang atau minyak angin. Tidak pantas untuk di pamerkan  !

Tahun pun berlalu, Aku memilih kost dan jarang bertemu Emak. Semakin hari, Emak terlihat lebih tua dibanding wanita sebayanya. Ada perasaan kosong saat berjauhan dengan Emak. Tak ada lagi rendang lezat buatannya, suara cemprengnya saat membangunkan Aku untuk sholat shubuh, dan sarapan nasi uduk yang selalu sempat dibuat untuk keluarganya meski harus bangun pukul 4 pagi setiap hari. Tiba tiba aku kangen bau bawang dan minyak angin Emak.
Entah karena apa, sekonyong banyak hal salah yang telah aku lakukan pada Emak. Seorang Ibu, yang tak pernah Ku akui prestasinya. Namun, membuat Sita dan Diana serta temanku yang lain selalu memilih rumahku sebagai tempat belajar, karena satu alasan. Bisa merasakan “Rujak Tumbuk” ala Emak yang kelezatan bumbunya tak bisa di temui di resto manapun. Atau Pisang Goreng Kremesnya yang tak harus memakai borax tapi tetap garing hingga berjam jam. Emak Ku yang selalu memohon hingga memaksaku menjual nasi uduk buatannya sebagai tambahan belanja dapur, tapi sering ku tolak meski selalu laku keras ketika dengan terpaksa aku pernah membantu menjualnya. Dan semua itu, tak pernah kuanggap sebagai prestasi. Aku tak pernah menyadari, karena jerih payah Emak Aku bisa meraih semua ini !
 “ Emak, lagi ngapain ?” Tanyaku melalui telpon. Geruduk sesal menyeruak ramai di hatiku.
Tak biasanya, suara Emak terdengan pelan bahkan hampir merintih. Tak ada sepatah kata yang terucapan, hanya desahan nafasnya yang terdengar melalui handphoneku.
                “Emak..Emak kenapa ? Kok tidak ada suaranya ? Jawaban yang terdengar adalah suara Bapak.
                “Emak sakit Nak. Kalau kamu tidak sibuk, pulanglah” Pinta Bapak pelan.
                “Kenapa aku tidak di beritahu dari awal Pak!” Protesku sedih.
                “Emak tidak mau mengganggumu, karena takut kamu marah”

Marah ? Sedurhaka itukah Aku Tuhan ? Aku terhenyak pedih. Geruduk sesal itu semakin kencang menghujam dadaku.  Perjalanan menuju rumah dan bertemu Emak, serasa begitu panjang. Aku ingin bertemu Emak, ingin memeluk Emak, ingin bersujud dikakinya dan memohon ampun !. Waktu seakan menghantuiku, waktu menyeringai tajam mengejekku dan waktu pasti menghukumku sebagai anak yang tak pernah menghargai jasa Ibunya.

Sesampai di rumah, hanya ada kelenggangan. Ku buka pintu rumah yang tak terkunci. Kamar tidur Emak sudah di penuhi beberapa orang. Wajah duka dan tangisan pilu. Aku tersungkur lunglai.
Emak.....jangan pergi ! Dan semua terasa melayang dan gelap.

“Emak, meski kata maaf ini tak sempat kau dengar terucap dari bibirku yang terlalu angkuh mengakui kehebatanmu. Tetaplah ampuni Aku, pada gundukan tanah liat tempat jasadmu tersemayam. Ku panjat dan kumohon doa, agar waktu tak menghujatku karena tak pernah menghargai jerihmu.

Emak, pada taburan bunga kematianmu. Izinkan aku menitipkan sepanjat doa meski berhias sesal yang tak selesai hingga Tuhan kini menggenggammu dalam keindahan hidayah dan amalan hidupmu.

“Emak, biarkan dan izinkan aku tetap mengenangmu dalam gaungan doa di batinku...
Istirahatlah Emak,  Izinkanlah doaku menemani setiap langkah panjangmu menuju Surga Illahi Rabbi”

Kututup hari dengan jutaan bayangan wajah lugu, sedih, ceria dan lelah yang tergurat silih berganti di wajah Emak. Kepiluan bertabur sesal mungkin tak pernah hilang, sampai karma menyapa dan mungkin bisa menyapu semua dosaku.








Wednesday, November 08, 2017

Cinta Berlogika #Cerpen





CINTA & LOGIKA
Ria Jumriati

7  Tahun pernikahan, menurut banyak orang mestinya sudah melewati masa krisis. Tapi bagi rumah tangga Arlene, justru krisis dan berbagai cobaan tengah mengalami titik kulminasinya. Ia pernah hampir menyerah karena tak sanggup lagi pada perlakuan Kevin yang semakin membabi buta menyakiti Arlene. Tapi selalu urung karena alasan cinta. Meski tak ada kekerasan fisik, tapi akibat yang di alami Arlene melebihi siksaan tubuh.
Sudah hampir setahun ini, Kevin ketahuan selingkuh dengan salah satu perempuan di panti pijat langganannya. Mereka bahkan telah mengontrak rumah dan hidup bersama. Belum lagi, nafkah bulanan yang perlahan tak lagi di setor Kevin untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka. Tapi Arlene mencoba bertahan. Ia tetap membawa deritanya dalam doa. Keyakinannya sangat tinggi, pada janji pernikahannya. Bahwa mereka yang telah di satuan Tuhan, hanya bisa di pisahkan oleh maut. Arlene penganut Katolik yang taat. Dulu hingga kini, cintanya pada Kevin tak pernah berubah. Tapi Arlene, manusia biasa dengan keterbatasannya dalam menahan rasa sakit, yang terus di uji suaminya hingga melewati atas manusia pada umumnya. Arlene terlihat kuat, tapi kadang hampir menyerah, linglung dan pasrah.
          “Pikirkanlah yang terbaik, kau tidak bisa hidup terus menerus seperti ini. Kasihan anakmu” Ujarku sambil menyeka airmata sahabatku lembut. Spontan ia meraih jemariku, meremasnya dengan tangisan seseguk. Seolah meminta kekuatan yang kian tererosi emosi dan dukanya. Aku terlarut iba. Beberapa menit kemudian, Arlene mulai tenang.
          “Apa salahku, Niken ?”
          “Tidak ada, kau perempuan sempurna”
          “Lalu mengapa Kevin begitu tega memperlakukan aku seperti ini ?”
          “Pernahkah kau tahu, seberapa dalam Kevin mencintaimu ?” Mata sendu itu menatapku bimbang. Lalu menggeleng sedih.
          “Arlene....maaf, bolehkah aku tanya sesuatu yang lebih pribadi ?” Ia kembali menatapku, airmatanya  masih berlinang. Mendesah lalu mengangguk pelan.
          “Kau pasti setuju, bahwa mencintai adalah persetujuan dua pihak. Jika hanya sendiri itu berarti mimpi. Tetap mencintai sementara Ia bersama yang lain, itu...itu adalah kebodohan. Dan aku tahu, kau bukan jenis perempuan seperti itu”
          “Tapi aku mencintainya ! Tetap setia dan mau berkorban apapun untuk kebahagiaannya. Apakah itu tidak cukup ?? !” Timpalnya terisak.
          “Pernikahan adalah keseimbangan Arlene, kesetaraan dan pengertian. Tidak berat sebelah dan kosong di satu sisi”
          “Tapi aku yakin, semua cinta dan pengorbananku untuk Kevin. Pasti akan membuatnya mencintaiku. Meski awalnya, Ia memang tak pernah mencintaiku. Semua bermula dari keinginanku. Kevin menikahiku karena.......karena saat itu aku lebih memilih mati saat Ia memutuskan untuk meninggalkanku”.
          “Arlene, fondasi pernikahan tak cukup di bangun oleh cinta dan pengorbanan yang datang darimu. Harus di topang oleh dua sisi. Tak ada pernikahan yang bisa tegak sempurna jika hanya satu orang yang mengusahakannya. Jika Kevin tetap tak bisa mencintaimu, Apakah kau masih menganggap pernikahanmu memiliki fondasi yang kuat ?”.
          “Aku menikah Katolik, Niken. Kevin tak bisa menceraikanku !”
          “Tapi ia berselingkuh, membuatmu menderita dan tak pernah menjadi milikmu seutuhnya. Buka mata hatimu Arlene!”
          “Tapi...Aku...aku...”
          “Arlene, jujur lah ! Selama 7 tahun pernikahanmu, sudah berapa kali Kevin bertingkah dan memancing perceraian? 3..4..5 ? Bahkan ketika kau tengah mengandung Shanne, ia tega meninggalkanmu lalu melahirkan tanpa suamimu yang seharusnya ada disisi istrinya yang tengah meregang nyawa !”
          ”Tapi Kevin Ayah yang baik. Ia sangat menyayangi Shanne” Timpalnya masih membela. Aku menarik nafas dalam.
          ”Jika Kevin tak menyayangi anaknya sendiri. Aku tak tahu lagi, species jenis apa yang pantas di kategorikan untuknya. Sadarlah Arlene..”
          “Maksudmu ??? Aku harus menceraikannya ? Dan merelakan suamiku hidup bersama pelacur itu ?!”
          “Arlene, kau perempuan yang sempurna. Hidup dan cintamu terlalu berharga dan mulia untuk kau berikan pada lelaki seperti Kevin”.
          “Tapi bagaimana dengan pernikahanku, aku pasti berdosa”
          “Saat dulu kau memilih bunuh diri, ketika Kevin menolak menikahimu. Saat itu kau tengah menentang takdir Tuhan. Ini adalah akibat dari keseimbangan takdir yang sudah IA gariskan. Percayalah Arlene, kau pasti akan bisa melewati semua ini dan mendapatkan yang terbaik”
          “Aku...aku tidak bisa hidup tanpa Kevin....aku sangat mencintainya, Niken”
          “Tapi ia tak mencintaimu. Ia lebih nyaman hidup dengan perempuan panti pijat, di banding dengan seorang Arlene – Perempuan cantik, cerdas, karir cemerlang dan patuh pada Tuhannya. Cintamu terlalu murni Arlene, hanya pria sejati berhati putih yang bisa mengenalinya...dan sayangnya, itu bukan Kevin”.
          Arlene terdiam lama. Hanya desahan nafasnya yang makin tak teratur. Aku membiarkannya untuk mencerna semua perkataanku.
          “Haruskah aku menyesal, Niken ? Ujarnya kemudian.  “Ibuku pun dulu pernah menasehatiku seperti itu. Tapi aku peduli. Bagiku Kevin adalah segalanya” Ujarnya dengan mata menerawang. Aku menimpali dengan senyum sambil mengusap punggungnya lembut.
          Nafas Arlene perlahan mulai tenang. Airmatanya pun mengering. Ia kembali meraih jemariku. Tak lagi diremasnya. Ia mempermainkan cincin kawin di jari manisku. Perlahan ada senyum kecil di sudut bibirnya. Meski airmatanya kembali menetes. Aku bisa merasa lega, telah memberi sedikit pencerahan di hatinya.
          “Niken, mau kah kau membantuku melewati semua ini ?”
          “Tentu...kau sahabatku. Aku ingin yang terbaik buat hidupmu”
          “Bisakah aku hidup tanpa Kevin ?”
          “Kau perempuan yang kuat Arlene. Tuhan pasti tak pernah berencana menyatukan mu dengan pria yang hanya menjadi algojo bagi batinmu. Tuhan pasti sangat menyayangimu, dan ingin membuatmu melihat, bahwa kemurnianmu tak sepadan dengan kebejatan Kevin selama ini. Kau perempuan berhati permata, Arlene. Percayalah itu....”
          Perlahan, aku melihat kekuatan berbeda di mata sahabatku. Desahan nafasnya tak lagi beraroma derita. Tapi keyakinan yang membawa pikirannya untuk mengenal cinta berlogika. Sesungging senyum kembali terhias di bibir mungilnya. Meski tak mudah melepas cintanya pada Kevin. Arlene pada akhirnya semakin memahami......Bahwa....

Mencintai adalah persetujuan dua pihak, jika hanya sendiri itu berarti mimpi
Mencintai bukanlah tetap menunggu saat dia meninggalkan, itu adalah pengkhianatan.

Mencintai bukanlah derasnya airmata derita karenanya, itu adalah pelecehan jiwa
Mencintai bukanlah tetap setia sementara dia bersama yang lain, itu adalah kebodohan...

Aku yakin, Arlene akan semakin menyadari dan belajar untuk mendapatkan dan mempertahan cinta sejatinya. Dan kali ini, ia akan selalu menyertakan logika dalam prosesnya.

TAMAT



(dimuat di majalah Goodhouse keeping)

Tuesday, May 16, 2017

Gifted - #MovieReview

Movie Review

Title                : Gifted
Release           : 7 April 2017 (USA)
Reviewed by   : Ria Jumriati



Satu kata pembuka untuk film "Gifted"- Keren !. Hampir tidak ada cela baik jalan cerita dan para pemeran di film ini. Misinya sangat jelas, menyadarkan orang tua tentang bagaimana meletakkan dunia anak pada tempatnya. Mengikis ego sebagai manusia dewasa dan tidak membiarkan anak tumbuh melampui usia dan emosinya. Hingga tak ada lagi kalimat "Anak anak yang terjebak di tubuh orang dewasa".atau sebaliknya.  
Mary - gadis berusia tujuh tahun dengan kemampuan matematika luar biasa, diturunkan secara genetik dari Diana - Ibu kandungnya yang meninggal bunuh diri karena stress akibat perlakuan Ibunya yang terlalu protective dan memaksa kemampuan matematikanya untuk menyelesaikan obsesi masa mudanya sebagai ahli matematika yang tak pernah terwujud.  Diana tumbuh sebagai remaja penuh tekanan, dilarang berpacaran dan orang yang di cintainya malah di tuduh penculik oleh Ibunya ketika mereka berdua tengah berlibur bersama, Diana yang frustasi akhirnya  hamil di luar nikah dengan lelaki yang sama sekali tidak terlalu di kenalnya, dan menghasilkan Mary - gadis kecil jenius yang tidak di  harapkan tumbuh seperti dirinya. Sebelum kematiannya yang tragis, Diana menitipkan Mary pada Frank - Adiknya, yang juga lebih memilih menjadi montir perahu boat di banding menjadi assistant professor seperti keinginan Ibunya. Di tangan Frank, Mary di ajarkan tumbuh menjadi selayaknya anak - anak. 
Tiba saat Mary harus memasuki dunia sekolah - Frank nekat mendaftarkannya di sekolah umum, meski sudah ditentang Roberta - Tetangga Frank yang mengasuh Mary setiap hari libur. Roberta khawatir, bakat luar biasa yang di miliki Mary akan menjadi boomerang bagi kehidupan Frank dan Mary.  Benar saja, seminggu memasuki sekolah umum, Mary mulai memperlihatkan "bakat" luar biasanya. Hingga akhirnya tercium oleh sang Nenek, yang langsung menyewa pengacara untuk mendapatkan Mary demi meneruskan obsesinya sebagai ahli matematika.  Tak ada yang menjadi pemenang dalam merebut hak asuh Mary. Hakim memutuskan untuk memberikan Mary pada orang tua asuh yang di nilai normal untuk membesarkan Mary. Namun, kelicikan Ibu Frank justru tetap memaksa Mary untuk menjadi ahli matematika serta memasung kekebasannya dengan menempatkan Mary pada sekelompok ahli matematika untuk memecahkan sejumlah algoritma rumit di sebuah faviliun rumah orang tua asuh Mary. 


Freed Kucing kesayangan Mary pun di buang Neneknya - Satu satunya mahluk hidup yang membuat Mary bisa tersenyum setelah berpisah dari pamannya - Frank yang mengetahui hal ini dari guru Mary segera menjemput Mary dan menyadarkan Ibunya tentang obsesinya yang telah memakan korban anaknya sendiri. Moment super menyentuh saat Frank meminta Mary untuk pulang dan menyadari kesalahannya telah menitipkan dirinya pada orang tua asuh meski itu adalah perintah pengadilan. Gesture keduanya begitu natural dan berkesan. Memintal emosi penonton pada satu bentuk ikatan yang sulit di lupakan. Setidaknya begitulah kesan yang saya dapat. 

 "School is gonna be fun, you're gonna meet friends you can borrow money from the rest of your life"
 "My sister wanted Mary to be a kid. She wanted friends and to be happy" #GiftedMovie


"Mary : Is there a God?
"Frank : Yeah..I don't know.
 "Mary : Roberta believe in God, How about Jesus ?"
"Frank : Well, I love that Guy"  
 πŸ˜ŠπŸ˜ŠπŸ˜ŠπŸ˜ŠπŸ˜ŠπŸ˜ŠπŸ˜ŠπŸ˜ŠπŸ˜ŠπŸ˜ŠπŸ˜ŠπŸ˜ŠπŸ˜ŠπŸ˜ŠπŸ˜ŠπŸ˜ŠπŸ˜ŠπŸ˜Š